JIKA JATUH CINTA (LAGI…)

Jatuh cinta, oh indahnya. Akan tetapi apa jadinya, jika kita “-yang sudah bersuami- jatuh cinta dengan pria lain? “Ah, mana mungkin?” Mungkin itu reaksi spontan mereka yang belum pernah merasakan peliknya jatuh cinta –lagi bukan pada suami sendiri. Apa kata orang, perempuan bersuami kok jatuh cinta dengan pria lain, apalagi sampai berselingkuh.
Hm… pasti sudah tidak waras. Alangkah nistanya perempuan kok tidak bisa menjaga diri, menjaga kesetiaan dan kemurnian cinta, Tidak bisa menjaga kesakralan perkawinan dan kekukuhan rumah tangga. Bagaimana pula rasa hati suami mendapati istrinya tidak setia.
 
Perselingkuhan merupakan pengalaman yang sangat menyakitkan bagi banyak pasangan. Tidak sedikit perkawinan berakhir sebagai akibat peristiwa ini. Saya yakin, tak satupun di antara kita ingin mengalami masalah ini. Tidak ada satu pun pasangan yang ingin kehidupan perkawinannya ternoda oleh perselingkuhan. Semua pasti menginginkan perkawinan mereka berjalan harmonis, penuh kasih, dan cinta sepanjang hayat dikandung badan. Cinta adalah satu perasaan yang paling misterius. Coba kita ingat kembali saat-saat kita jatuh cinta, dulu. Ketika itu kita begitu rela berkorban waktu, tenaga, uang, dan banyak hal untuk orang yang kita cinta. Hari-hari begitu indah kita jalani bersama belahan jiwa, ketika rasa cinta sedang meraja. Dalam keadaan yang paling tidak nyaman pun kita mampu bertahan ketika hati diliputi cinta. Mau panas terik, hujan lebat semuanya sanggup kita jalani. Energi cinta sungguh luar biasa. Saat dimabuk cinta, kita tiba-tiba menjelma jadi pujangga. Kita mampu merangkai puisi-puisi cinta yang cantik dan menulis surat panjang yang mesra. Kita jadi gemar bersenandung dan begitu mudah menghafalkan syair-syair lagu asmara. Kita menjadi lebih perhatian kepada diri sendiri, ingin tampil lebih rapi, lebih cantik, lebih wangi daripada biasanya. Konon, ketika masih diajar oleh rasa cinta, kita bisa tahan berjam-jam berbincang dan berdua dengan pasangan kita. Kalau pergi ke tempat makan, seberapa pun lama makanan akan dihidangkan oleh pelayan tak jadi soal. Kita betah menunggu, karena waktu terasa begitu singkat saat berdua. Berdesakan di kendaraan umum tak jadi soal, harus berjalan kaki jauh pun tak terasa pegalnya, Cinta membawa banyak keajaiban.
 
Keajaiban ini pula yang tampaknya melanda kita, jika kita jatuh cinta lagi (pada pria lain). Mengapa ajaib? Ya, ajaib karena meski kita tahu itu salah, kita tak kuasa menghentikannya. Sekalipun kita tahu kita sedang berkhianat, tapi kita berderai-derai air mata ketika harus menghentikan dan membuang jauh rasa itu. Kita bahkan berani selingkuh, sekalipun tahu pada saat yang sama kita sedang melukai hati orang-orang yang kita cintai. Kita berani mempertaruhkan pernikahan yang sudah kita bina. Kita berani mengesampingkan komitmen.
 
Bisa Dihindari
Hampir semua perempuan yang pernah mengalami Jatuh cinta lagi” dan perselingkuhan mengaku bahwa semuanya terjadi tiba-tiba, Semuanya tanpa sengaja. Mungkin pengakuan mereka ada benarnya. Sampai detik ini tidak ada ramuan atau pil penumbuh rasa cinta bukan? Dari mana datangnya cinta, konon dari mata turun ke hati. Ah, tentu tak semudah itu. Saya juga tidak tahu dari mana datangnya cinta. OK, katakanlah datangnya cinta tak bisa di tolak, tapi
jika cinta datang pada saat yang sungguh tak tepat, bisakah kita meminimalisasi dampak buruk yang mungkin ditimbulkannya? Bisakah rasa dikendalikan sehingga tak berujung pada perselingkuhan? Saya yakin gejala “jatuh cinta lagi” tidak beda dengan saat pertama kita jatuh cinta pada masa pubertas. Sebut beberapa seperti ingin diperhatikan lebih, ingin berinteraksi lebih, ingin memberi lebih, dan rasa ingin-ingin lainnya di luar takaran normal. Untuk mendapatkan yang “lepih” itu, kita lalu putar otak, atur strategi. Sampai akhirnya,serangkaian ketidakjujuran tercipta. Ditambah tipu juga muslihat agar pasangan kita tidak memergoki. Dan bukan jatuh cinta namanya, kalau setiap hari tidak menuntut tambah porsi. Sedemikian rupa, rasa misterius bernama jatuh cinta itu kita manipulasi dan selanjutnya terjadilah perselingkuhan.
 
Jika urutan peristiwa bisa dirunut, maka tampak jelas bahwa perselingkuhan hampir pasti bukan terjadi tanpa sengaja. latuh cintanya bolehlah dibilang entah karena apa, tapi ketika rasa itu berkembang menjadi perselingkuhan, ternyata ada proses yang kita biarkan terjadi. Bukan hanya dibiarkan, bahkan kita fasilitasi. Para kontributor -juga non kontributor- buku ini mengatakan, bahwa pada saat paling awal, mereka dapat merasakan bisikan hati kecil agar menghentikan gerak langkah menuju perselingkuhan. Akan tetapi, ada periode saat para pelaku membiarkan rasa mengalahkan nurani dan akal sehat. Mereka membiarkan dan menikmati, serta harap-harap cemas menanti perkembangan dari rasa yang sedang tumbuh di hati. Perasaan itu diberi ruang, waktu dan kesempatan untuk tumbuh. Mungkin di sinilah titik kritis untuk menghindar dari perselingkuhan. Sayang, sering kali hal ini diabaikan, sehingga penghindaran pun terlambat dilakukan.
 
Jadi, pembaca tentu sepakat dengan saya, bahwa piranti waspada dini terhadap bahaya laten tersebut di atas mesti sering-sering diaktifkan. Namun demikian, cukupkah hanya dengan waspada kita akan terhindar sepenuhnya dari kemungkinan serangan virus asmara liar? Entahlah, yang saya tahu, hidup adalah rangkaian cobaan dan cobaan. Setiap cobaan itu harus dihadapi sebaik-baiknya, sebagai salah satu jalan takwa kePada Yang Maha. Berbagai buku dan artikel yang membahas masalah perkawinan, menyatakan bahwa perselingkuhan merupakan pertanda
bahwa ada “sesuatu” dengan perkawinan kita. Sesuatu di sini mewakili banyak hal yang lazim terjadi dalam sebuah perkawinan. Sesuatu itu bisa bernama komunikasi yang tidak bagus, kebutuhan emosional antarpasangan yang tidak terpenuhi, kesibukan yang membuat abai satu sama lain, perhatian yang menurun kualitasnya, kebersamaan yang membosankan, beberapa hambatan fisik, sampai dengan hilangnya rasa cinta di antara suami dan istri. Idealnya pasangan suami-istri harus mampu memelihara sensor-sensor cinta di antara mereka agar berfungsi normal. Sehingga tak perlu menunggu munculnya orang ketiga, baru menyadari bahwa ternyata relasi di antara mereka bermasalah.
 
Sayangnya, dari waktu ke waktu urusan rumah tangga terlampau banyak dan makin banyak. Kepekaan kita terhadap hal-hal sehubungan dengan cinta terkikis pelan-pelan. Ibarat jaringan kabel listrik di rumah kita. Satu dua kabel terkelupas tak sempat kita urus, baru setelah terjadi konsleting akibat arus pendek, tergopoh-gopoh kita membenahi. Tidak jarang korsleting itu menyebabkan kebakaran besar dan menghangus habiskan “rumah” kita. Dalam urusan mempertahankan cinta, tindakan preventif jauh lebih menguntungkan daripada tindakan kuratif.
 
Carilah Pertolongan (tolonglah dirikita segera!)
Segera cari peftolongan jika terjangkit virus asmara (yang terlarang itu). Ibarat sakit kanker semakin dini sel-sel abnormal itu ditemukan, semakin besar kemungkinan kita untuk sembuh. Tidak boleh tunggu penyakit menjadi kelewat ganas dan daya tubuh melemah. Sebaliknya jika sel kanker itu telah berakar dan menyebar ke organ-organ lain, bukan cuma proses penyembuhannya yang lama, nyawa pun bisa tak tertolong. Memutus segala bentuk komunikasi dengan “dia”, merupakan pertolongan pertama yang bisa kita lakukan. Ini bukan hal yang gampang, perlu keyakinan dan tekat bulat. Kita juga harus mengabaikan segala kontak yang coba dibuat oleh si dia.  Biasanya hambatan terbesar melakukan hal ini adalah rasa egois dalam diri kita. Kita tidak ingin romantisisme cinta berakhir begitu saja. Kalau dengan cara ini hubungan sudah dapat diakhiri, syukurlah. Mengaku kepada suami, tentang apa yang terjadi merupakan cara yang ampuh menghentikan perselingkuhan. Cara ini cukup mengerikan dan berisiko. Akan tetapi kejujuran adalah sesuatu yang sangat berharga dalam perkawinan. Tidak perlu dibayangkan akan sepefti apa marah, kecewa dan sakit hati yang di rasakan oleh pasangan kita. Jadi, ya hadapi saja dengan lapang dada. Cara ini, sekalipun menyakitkan sekaligus membuka mata kedua belah pihak (suami dan istri) bahwa ada masalah yang harus dibereskan dalam perkawinan. Ada sesuatu yang harus dibicarakan dari hati ke hati. Namun, ada resiko buruk yang mungkin terjadi, pada pasangan yang tidak mampu menghadapi kenyataan dan tidak bisa mengambil hikmah dari peristiwa ini dan gagal melampaui dengan baik, sampai bertahun-tahun kemudian, topik perselingkuhan itu masih menjadi senjata untuk saling menjatuhkan dan menyakiti pasangan. Ada kalanya dalam masa-masa ini, kita membutuhkan teman untuk sekedar membagi isi hati. Pilihlah teman yang bisa dipercaya memegang rahasia, yang bisa memberikan saran dan menguatkan hati kita kembali pada jalan yang benar. Ada banyak buku, majalah, tabloid, dan artikel di internet yang membahas masalah ini. Mereka merupakan sumber informasi dan referensi yang bagus buat kita. Tentang apa saja yang sebaiknya atau pun yang harus kita tempuh, untuk menyelesaikan masalah perselingkuhan.
 
Rekonsiliasi
Para survivor perselingkuhan mengaku setelah berhasil mengatasi badai dan berdamai dengan rasa bersalahnya, mereka mendapatkan kesadaran untuk lebih menghargai lembaga perkawinan. Mereka menjadi lebih sensitif terhadap kebutuhan untuk merawat dan menyelenggarakan pernikahan mereka. Mereka baru saja menghadapi kenyataan bahwa perkawinan mereka bisa saja hancur jika mereka dan pasangan tidak bekerja keras untuk menyelamatkan. Mereka menemukan bahwa perkawinan adalah sejenis organisme. Ia hidup. Ada banyak faktor yang harus dipenuhi, yang tak boleh diabaikan dan yang harus dihindari agar perkawinan tetap sehat. Perlu waktu yang tidak singkat untuk memulihkan perkawinan yang terluka akibat perselingkuhan. Jalinan kepercayaan yang sempat retas, perlu kesempatan untuk sembuh. Namun tidak jarang momen ini menjadi sangat berharga, karena pasangan suami-istri seperti sedang memulai sesuatu  yang baru. Ada semangat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hubungan. Ada penerimaan terhadap kesalahan pasangan, sekaligus menyadari kesalahan diri sendiri. Ada kelegaan dari hati karena bisa memberi maaf. Juga ada cinta yang semakin kuat di antara satu sama lain. Perselingkuhan menimbulkan luka di hati banyak pihak, jadi katakan saja, TIDAK. Jika kita percaya bahwa rasa cinta ditumbuhkan oleh Yang Maha seiak hari kita disatukan, maka perselingkuhan tak lebih salah satu bentuk cobaan bagi komitmen kita dalam perkawinan.
 
*taken from Epilog Buku UUPS…SELINGKUH (Pegalaman Selingkuh Sepuluh Perempuan) terbitan Lingkar Pena Publishing House. Thanks to Abi yang menscan kan buku ini supaya bisa di copas..hehee…
DISKUSI YOOOKKK…;-)

Posted with WordPress for BlackBerry.

About Unbelieveableme

Its just me and my simple life. Its UNBELIEVABLE that I am ABLE to be myself, get to know me, read my life :)
This entry was posted in Reflection, Uncategorized. Bookmark the permalink.

1 Response to JIKA JATUH CINTA (LAGI…)

  1. Widya says:

    Dear Mbak Deen Hanifa,
    Saya terkesima membaca tulisan Mbak mengenai jatuh cinta (lagi). Sungguh akan sangat dahsyat badai yang akan terjadi bila hal tersebut terjadi pada wanita yang sudah menikah. Karena penasaran, saya mencoba mencari-cari buku Uups Selingkuh yang Mbak ambil epilognya. Ternyata buku tersebut sudah tidak diterbitkan lagi. Saya juga sudah menghubungi penulisnya yaitu Mbak Inez Han. Namun beliau juga sudah tidak memiliki buku tersebut baik versi cetak maupun soft filenya. Bolehkah saya mengajukan satu permintaan Mbak? Jika Mbak masih memiliki buku tersebut, bolehkan saya pinjam beberapa waktu untuk saya baca? Semoga Mbak berkenan dengan permintaan saya tersebut. Terima kasih Mbak… 🙂

Leave a comment